News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

DPD RI Temukan Persoalan Bansos Covid Dari Kades DIY

DPD RI Temukan Persoalan Bansos Covid Dari Kades DIY


Anggota DPD RI asal DIY Cholid Mahmud


WARTAJOGJA.ID :  Data penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) untuk warga terdampak Covid-19 yang berubah-ubah membuat para kepala desa (kades) di DIY merasa pusing. 

Konsekuensi dari setiap adanya perubahan memaksa pemerintah desa melakukan perubahan melalui mekanisme musyawarah desa  (musdes).

"Dalam waktu dua bulan terakhir  terus musyawarah desa (musdes). Tapi saat data sudah selesai, kami harus mengubah lagi,” ungkap Abdul Rosyid, Kades Kedundang Temon Kulonprogo saat mengikuti rapat kerja virtual bertema Pengawasan Alokasi Dana Desa Tahun 2020 untuk Pencegahan dan Penanganan Dampak Covid-19, yang diselenggarakan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal DIY Cholid Mahmud Kamis (11/6/2020).

Rapat virtual melalui aplikasi Zoom kali ini diikuti perwakilan kades se-DIY beserta instansi terkait.

Mewakili rekan-rekannya sesama kades Abdul Rosyid, menyampaikan aspirasi apabila memungkinkan musdes cukup digelar sekali saja, semuanya selesai. Apabila dimungkinkan BLT DD menggunakan satu data untuk semua.

Padahal, penyelenggaraan musdes selain menyita waktu juga harus keluar anggaran alias tidak gratis. “Kami kerepotan karena update data terlalu lama baik data dari provinsi maupun pusat. Musdas musdes yang tidak gratis ini tidak bisa kami hindari,” kata dia.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMDPPKB)) Kulonprogo, 
Sudarmanto, menjelaskan BLT DD sudah tersalurkan. 

Hanya saja untuk tahap dua diakui persyaratannya cukup berat. Sudah beberapa kades dan lurah mengalami kesulitan memberikan penjelasan ke warganya. Saat ini yang bisa mereka lakukan adalah meminimalkan kesenjangan dengan cara berusaha menenangkan warga yang belum mendapat bantuan di saat yang lain sudah menerima bantuan.

Kasi Pelayanan Kelurahan Ringinharjo Bantul Edi Hartono mewakili lurah setempat juga mengkhawatirkan munculnya problem berkepanjangan berupa komplain BLT DD  tahap dua.

Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY Slamet Tulus Wahyana memberikan apresiasi kerja keras pemerintah desa menyalurkan BLT DD. Pihaknya tetap melaksanakan monitoring untuk memastikan penyalurannya tepat sasaran, waktu, jumlah dan administrasi.

Dia mengakui, sampai 31 Mei 2020 belum seluruh desa di DIY menyampaikan laporan pertanggungjawaban BLT DD Tahap 1 sehingga bupati belum dapat menyusun kompilasi laporan.
Persoalannya, berdasarkan asumsi DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai dasar program PKH/Sembako, BST (Bantuan Sosial Tunai) maupun BLT Dana Desa, masih terdapat keluarga penerima manfaat (KPM) belum terkover.

Jumlahnya mencapai ribuan. Di Kabupaten Sleman sekitar 7.500 KPM, Bantul sekitar 2 ribu KPM. Sebaliknya di Gunungkidul dan Kulonprogo terjadi kelebihan. Supaya tidak terjadi salah sasaran, BPKP merekomendasikan untuk melaksanakan klarifikasi kembali seluruh KPM yang berhak menerima bansos terutama yang tercatat dalam DTKS.

Khusus penerima BLT DD yang meninggal dunia bisa digantikan oleh ahli warisnya namun demikian perlu melewati mekanisme musdes. Ini berbeda dengan BST apabila penerima meninggal dunia tidak bisa digantikan ahli waris.

Menjawab pertanyaan wartawan terdapat kejadian BLT DD tidak bisa digantikan ahli waris apakah ada solusinya, Tulus menjelaskan kuncinya hanya satu yaitu musdes.
Mengenai desa yang tidak kuat membayar BLT DD karena dananya habis untuk kegiatan yang sudah dianggarkan sebelumnya maupun banyaknya KPM baru, menurut dia, mestinya hal itu bisa ditopang dengan APBD.

Dia mengakui mekanisme bansos di DIY berbeda. Daerah lain dimulai dari APBN, APBD baru kemudian BLT DD sedangkan DIY menerapkan mekanisme APBN, Dana Desa baru kemudian APBD.

Anggota DPD RI asal DIY,.Cholid Mahmud memaparkan secara umum penyaluran BLT DD di DIY sudah berjalan. Memang terjadi problem di tingkat bawah disebabkan regulasinya bermacam-macam dari berbagai instansi dan tidak terpadu. Sambil berkelakar Cholid menyatakan tidak hanya pelaksana, pengawas pun merasakan kerepotan.

Dia menambahkan, pada raker DPD RI dengan Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu sebenarnya DPD RI menginginkan agar bansos bisa cepat tersalurkan pintunya jangan terlalu banyak.

Menurut dia, data kependudukan memang dinamis setiap saat berubah cepat, menggunakan data 2019 pun pasti ada error-nya. Apalagi menggunakan data dari tahun-tahun yang dulu. 

“Inilah problem ketatanegaraan kita,” ucapnya.

Persoalannya, di masa pandemi virus Corona, legislatif praktis tidak memiliki kewenangan untuk terlibat di dalam urusan regulasi dan penganggaran, kecuali tinggal tersisa satu tugas pokok dan fungsi (tupoksi) di bidang pengawasan. Masukan dari raker ini selanjutnya dibawa ke rapat paripurna DPD RI dilanjutkan mengundang kementerian terkait. 

(Sam/Cak)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment