News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Ini Yang Dibahas Muktamar Pemikiran Santri Nusantara Seri #3

Ini Yang Dibahas Muktamar Pemikiran Santri Nusantara Seri #3


Anggota Komite III DPD RI Dr. H. Hilmy Muhammad


WARTAJOGJA.ID : Undang-undang No. 18 Tahun 2019 mendefinisikan Pesantren sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan sosial kemasyarakatan. UU tersebut mendorong agar pesantren dapat menjadi lembaga pendidikan yang unggulan. Untuk mewujudkannya, perlu dukungan dari Pemerintah terkait usaha pencapaiannya, baik melalui skema pembiayaan lewat APBN maupun APBD. Dengan demikian kita bisa berharap adanya peningkatan daya serap, daya saing dan daya tahan pesantren dalam menghadapi tantangan global dewasa ini. 

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Anggota Komite III DPD RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dalam acara Muktamar Pemikiran Santri sebagai rangkaian peringatan Hari Santri Nasional 2020 dengan tema “Strategi Pengembangan Pendidikan Pesantren Pasca Lahirnya UU pesantren No. 18 Tahun 2019” pada Selasa siang (13/10).

“Kapasitas pesantren dapat ditingkat melalui dua sisi, yaitu peningkatan kelembagaan dan peningkatan SDM. Kedua sisi tersebut mestinya dijalankan secara bersamaan,” kata pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut dengan subtema Peningkatan Kapasitas Pesantren.

Lebih lanjut, Gus Hilmy menjelaskan bahwa peningkatan kapasitas kelembagaan dapat dilakukan dengan: 1) pemberian dukungan sarana dan prasarana yang memadai; 2) pemberian insentif yang menjamin kemandirian ekonomi pesantren dalam bidang-bidang pertanian, perikanan, peternakan dan permodalan; 3) pengembangan koperasi pesantren yang dapat menjamin kesejahteraan seluruh civitas akademika pesantren; dan 4) penciptaan klaster pesantren yang fokus pada isu dan minat tertentu, seperti model pembinaan kopertis pada perguruan tinggi. 

Sementara itu, menurut Gus Hilmy, peningkatan SDM pesantren harus menyasar pada kiai, guru, dan santri. Untuk kiai dan guru bisa diberikan beasiswa dan residensi untuk meningkatkan kapasitas intelektual, serta pemberian insentif yang layak. Sementara untuk santri, selain diberikan materi kurikuler (kegiatan pokok yang sudah terstruktur), juga perlu dibekali dengan kokurikuler (kegiatan pendalaman materi pokok) dan ekstrakurikuler.

Selain Gus Hilmy, hadir pula Kiai Reza Ahmad Zahid, Kiai Ulil Abshar Abdalla, Kiai Lukman Hakim Dimyaty Attarmasy, Ibu Nyai Badriyah Fayumi, dan dipandu oleh Kiai Imam Malik.

Kiai Reza menuturkan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tua dan telah mengalami berbagai zaman, namun orisinalitasnya masih terjaga.

“Pesantren lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang masih eksis dan terus melakukan pengembangan. Di masa pandemi ini, banyak pesantren yang mengembangkan model pembelajaran dengan model daring hingga memanfaatkan media sosial sebagai media transfer keilmuan pesantren. Meski demikian, pesantren tetap genuine hingga saat ini,” katanya.

Sementara itu, Kiai Ulil melihat bahwa masa pandemi ini menjadi peluang bagi warga pesantren untuk kembali berjejaring dengan dunia internasional. 

“Tradisi intelektual pesantren tidak bisa disamakan dengan yang lain. Kekhasannya tidak boleh hilang karena merupakan warisan masa lalu ratusan lalu. Kiai-kiai kita dulu belajar dan bahkan menjadi pengajar di dunia internasional. Dan di masa pandemi ini, kita banyak yang melakukan ngaji online dan dapat dilakukan secara internasional. Ini menjadi kesempatan kita untuk membangun jaringan ilmiah pesantren secara internasional,” katanya.

Berbeda dengan ketiga pembicara, Kiai Lukman memaparkan tentang pesantren dalam UU No. 18 Tahun 2019. Ia mengatakan bahwa adanya UU tersebut merupakan penegasan serta penjaminan negara terhadap eksisten pesantren.

“Undang-undang ini memperkuat relasi pesantren dengan negara. Jika selama ini ada anggapan bahwa pesantren dimarjinalkan oleh negara, undang-undang ini kemudian menangkisnya,” katanya. (Cak/Rls)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment